03 March 2007

Are You Happy

Gara-gara menemukan berita tentang Dian "Indonesians Sweet Heart" Sastro yang dobel-dobel di dua koran -- juga dua situs -- itu, saya senyum-senyum sendiri sepanjang hari kemarin. Apalagi ketika saya melihat foto Dian yang ehm-ehm itu. Rasanya gimana gitu ...

Teman-teman saya di pabrik bahkan sampai terheran-heran melihat saya yang tampak gembira seperti pejudi ulung yang baru saja menang jackpot. Sampai-sampai Paklik Isnogud pun penasaran dan menghampiri saya.

"Tumben sampean tersenyum terus hari ini. Ada apa, Mas? Baru dapat lotere ya? Naik gaji?" tanya Paklik sedikit curiga.

"Ah enggak, Paklik. Ndak dapet apa-apa kok."

"Ndak dapet apa-apa, tapi kok wajahnya sumringah? Kayaknya bahagia betul. Pasti ada apa-apanya. Wah, iki mencurigakan ...."

"Hahaha ... Ndak usah curiga Paklik. Saya mesem-mesem sendiri karena lagi seneng lihat foto Dian Sastro ini lo."

"Haiyah. Lah wong cuma lihat foto saja kok sampai bisa bikin sampean bahagia. Sederhana amat," kata Paklik masih dengan nada curiga.

"Lah saya ini memang orang yang sederhana je, Paklik. Ndak neko-neko. Hal-hal yang mungkin sepele buat orang lain, mungkin justru sangat berarti untuk saya, Paklik. Mungkin justru membuat saya malah bahagia."

"Ah, yang bener, Mas? Memangnya hidup sampean bahagia? Apa sih sebetulnya yang membuat sampean bahagia dalam hidup ini?"

Adoh cilakak. Paklik kok mengajukan pertanyaan yang membuat saya terpaksa berpikir seribu kali sebelum menjawab. Rasanya susah betul menjawab pertanyaan Paklik. Tapi, karena saya kere yang pintar, tentu saja saya berusaha sebisa mungkin menyenangkan hati Paklik dengan segera menjawab pertanyaan itu.

"Sampean pengen tahu apakah hidup saya bahagia dan apa saja sih yang membuat saya bahagia? Begini Paklik. Sekarang yang gantian cerita ya dan sampean mendengarkan ya."

"Oke deh, Mas."

"Saya merasa hidup bahagia karena saya diberi Gusti Allah kesehatan. Itu yang paling penting. Karena saya sehat, saya ndak perlu merepotkan orang lain. Saya ndak perlu keluar duit untuk beli obat, bayar dokter, dan ongkos rumah sakit.

Coba kalau saya sakit. Simboke anak-anak pasti repot mesti ngurus saya. Bedes-bedes itu juga jadi keleleran karena ibunya sibuk merawat bapaknya dan ndak bisa menemani mereka membuat PR.

Saya bahagia karena saya sehat sehingga bisa bekerja mencari uang untuk memberi makan anak dan istri di rumah. Coba kalau saya sakit, siapa yang memberi mereka makan? Apa ya istri saya sendirian? Kan ndak enak juga Paklik."

"Wah, sampean bener juga, Mas. Apa lagi yang membuat sampean bahagia dalam hidup ini?"

"Keluarga yang menyenangkan. Saya punya istri yang setia, sederhana, pinter, masakannya enak, dan bisa ngopeni anak-anak. Simboke itu juga penuh pengertian lo. Ngerti kalau saya pas lagi ndak punya duit, dia ndak minta yang aneh-aneh. Ngerti kalau saya baru pulang kerja, dia menjerang air untuk saya mandi.

Meskipun kadang-kadang simboke itu suka ngomel kalau saya pulang malam, tapi itu kan sebetulnya tanda perhatian. Coba kalau dia diam saja. Jangan-jangan kalau saya ndak pulang dia malah seneng. Kan saya juga yang repot, Paklik.

Saya juga bahagia karena punya anak-anak yang sehat, lucu, dan menggemaskan. Meskipun kadang-kadang bedes-bedes itu suka ngeselin, bikin capek hati, tapi mereka itu ngangeni juga. Saya suka trenyuh kalau menatap wajah mereka yang sedang tidur pulas. Ndak nyangka mereka sudah besar-besar.

Anak-anak itu permata hati saya. Merekalah yang membuat hidup saya jadi lebih mudah seperti sekarang ini. Seberat apa pun persoalan yang saya hadapi, sebesar apa pun masalah yang harus saya selesaikan, anak-anak membantu saya melewatinya dengan mudah."

"Ckckck .... " Paklik berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Rupanya sampean ini dari golongan family man, suami yang baik dan cinta keluarga ya, Mas?"

"Siapa dulu dong, gurunya. Kan saya niru Paklik juga."

"Halah, lambemu Mas. Terus apa lagi yang bikin sampean bahagia?"

"Nah, ini juga penting dan membuat saya bahagia, Paklik. Saya punya pekerjaan yang memang saya sukai. Pekerjaan ini membuat saya jadi seseorang yang memang saya inginkan.

Gajinya mungkin ndak seberapa. Tapi, bukan itu yang penting. Gaji, uang, memang penting, tapi bukan segalanya buat saya."

"Ehm ... Ehm ...." Paklik berdehem.

"Loh bener Paklik. Pekerjaan ini mungkin ndak membuat saya kaya raya, sugih bondo, atau berlimpah harta, tapi membuat saya tambah ilmu, pengalaman, dan kenalan. Jiwa dan batin terisi penuh. Saya melakoni pekerjaan ini dengan kesungguhan, passion. Labor of love."

"Wuih, nggaya betul sampean nganggo boso Inggris segala .... " kata Paklik sedikit mencibir.

"Hehehe ... Nah, pekerjaan ini setidaknya membuat saya mampu memberi keluarga saya kebutuhan dasar: pangan, sandang, dan papan. Kadang-kadang ada sedikit rejeki buat hiburan, mengajak anak-anak jalan-jalan sekadar melihat pemandangan. Ini yang membuat saya bahagia, Paklik."

"Ada lagi?"

"Terakhir, saya merasa bahagia dalam hidup ini karena punya kerabat yang rukun-rukun selalu. Mereka juga dilimpahi kesehatan dan sedikit rejeki dari Gusti Allah. Saya juga punya banyak teman yang baik, yang bersedia menolong dalam kesulitan. Bahwa ada yang ndak suka sama saya, itu urusan mereka. Bukan urusan saya.

Hidup saya ndak neko-neko. Saya sudah punya semuanya: kesehatan, keluarga, pekerjaan, sanak saudara, dan sahabat. Itu semua sudah membuat saya hidup bahagia. Apa lagi yang kurang?

Ngomong-ngomong, sampean sendiri apa ya sudah hidup bahagia, Paklik? Apa sih, yang membuat hidup sampean bahagia? Paklik ... Paklik ... Paklik ... Lik .... Loh, malah minggat! Payah .... "

Ya sudah, pertanyaan itu untuk sampean saja, Ki Sanak. Are you happy? What makes you happy?

0 comments: